Prestasi Mana yang Layak Dirayakan dengan Euforia Tinggi?
Di tengah masyarakat kita hari ini, sering kita temui berbagai bentuk perayaan yang begitu meriah untuk prestasi-prestasi kecil, seperti anak TK yang baru bisa membaca, anak SD yang baru hafal beberapa surat pendek, atau anak SMP yang sekadar lulus ujian sekolah. Bahkan tak jarang, perayaan-perayaan ini dikemas dalam bentuk prosesi megah layaknya wisuda sarjana. Padahal jika dipikirkan secara jernih, apakah capaian-capaian ini memang layak dirayakan dengan euforia setinggi itu?
Mengukur Nilai Sebuah Prestasi
Tidak semua keberhasilan memiliki nilai yang sama. Ada prestasi yang memang layak dirayakan besar-besaran karena tingkat kesulitan, pengorbanan, serta dampak positifnya bagi diri sendiri dan masyarakat. Sebaliknya, ada pula prestasi yang cukup disyukuri dan diapresiasi sederhana karena memang merupakan bagian wajar dari tahapan perkembangan usia.
Berikut adalah beberapa parameter umum untuk mengukur kelayakan sebuah prestasi dirayakan secara besar-besaran:
- Tingkat Usaha dan Pengorbanan
Semakin besar perjuangan yang dilakukan, semakin tinggi pula nilai prestasinya. - Tingkat Dampak Sosial
Prestasi yang memberikan manfaat luas bagi masyarakat tentu lebih layak mendapat apresiasi lebih besar. - Nilai Kebermanfaatan Jangka Panjang
Apakah prestasi itu memiliki efek positif yang berkelanjutan dalam hidup seseorang dan orang lain? - Tingkat Kebermaknaan Pribadi dan Kolektif
Apakah capaian itu menjadi tonggak perubahan besar dalam hidup seseorang?
Prestasi Substansial, Layak Dirayakan dengan Euforia Tinggi
Mari kita lihat contoh prestasi yang memang pantas dirayakan secara besar:
- Seorang pemuda yang di usia mudanya telah menyelesaikan pendidikan tinggi dengan segudang gelar akademik.
- Anak muda yang sukses membangun perusahaan yang diakui secara nasional atau bahkan internasional.
- Pemuda yang menjadi inovator, penemu, atau tokoh inspiratif di bidang sosial, teknologi, atau pendidikan.
- Pencapaian karya nyata yang berdampak positif luas bagi masyarakat.
Prestasi seperti inilah yang memang wajar dirayakan dengan acara besar, undangan luas, bahkan liputan media, karena memang ada nilai perjuangan, kontribusi sosial, dan dampak nyata di baliknya.
Prestasi Tahapan Usia, Cukup Apresiasi Sederhana
Sebaliknya, capaian-capaian seperti:
- Anak TK bisa membaca huruf.
- Anak SD hafal surat pendek.
- Anak SMP lulus ujian sekolah.
Semua ini adalah proses wajar dari tahap tumbuh kembang. Tentu saja tetap layak diapresiasi, tapi cukup dengan cara yang sederhana: pujian, hadiah kecil, sertifikat, atau pelukan hangat dari orang tua. Tidak perlu berlebihan hingga pesta besar, panggung megah, arak-arakan keliling kampung, atau acara sekelas wisuda perguruan tinggi.
Mengapa Fenomena Euforia Berlebihan Ini Muncul?
Ada beberapa faktor penyebab:
- Kurangnya Literasi Pendidikan di Masyarakat
Orang tua kadang belum memahami perbedaan antara prestasi perkembangan alami dengan prestasi perjuangan luar biasa. - Faktor Gengsi Sosial
Ikut-ikutan supaya tidak dianggap orang tua yang cuek atau kurang perhatian. - Komersialisasi Pendidikan
Banyak lembaga pendidikan yang sengaja mengemas acara besar demi kepentingan promosi dan pemasukan finansial. - Budaya Mental Instan
Generasi sekarang sering diajarkan bahwa semua hal layak dirayakan tanpa harus ada perjuangan besar.
Dampak Buruk Jika Dibiarkan
Jika pola ini terus berlangsung, maka:
- Anak-anak tumbuh dengan mental euforia palsu, bukan mental pejuang.
- Mereka bisa mudah puas diri dengan capaian kecil.
- Ketika dewasa, mereka terkejut menghadapi realitas hidup yang keras.
- Muncul generasi yang kurang tahan banting dan lemah mental dalam menghadapi tantangan hidup yang sesungguhnya.
Sikap Bijak sebagai Orang Tua dan Masyarakat
- Hargai setiap tahapan perkembangan anak, tapi berikan penghargaan sesuai porsi dan bobotnya.
- Tanamkan nilai perjuangan dan kerja keras sejak dini.
- Bedakan antara apresiasi dan euforia berlebihan.
- Berikan motivasi jangka panjang, bukan sekadar pujian sesaat.
Penutup
Merayakan prestasi itu penting, tapi lebih penting lagi adalah mengajarkan anak untuk mengenali nilai perjuangan yang sesungguhnya. Jangan biarkan generasi kita tumbuh dengan mental “cukup bisa sedikit, lalu euforia berlebihan”, sementara dunia nyata di luar sana menuntut kerja keras, dedikasi, dan perjuangan sejati.
Sudah saatnya kita lebih bijak memilah mana prestasi yang cukup disyukuri, mana yang benar-benar pantas dirayakan besar-besaran.
By: Andik Irawan